Info ini semoga menjadi kabar membangun, bukan sekedar dikatakan iklan urusan perut (karena saya melihat posting itu secara serentak dan bukan alasan untuk iklan ketika menulis ini). Ini patut di contoh, semangat mereka membangun dari keterbatasannya adalah acungan jempol sudah mau untuk bangkit. Kalau dulu kita sering bilang, mbatik itu kerja sampingan, ya karena aktifitas pembatikan pada masyarakat dahulu tidak seperti sekarang ini, berlimpah ruah. Pesanan batik pada zamannya mbah buyut kita di pelosok tidak bisa kita bayangkan seperti perusahan-perusahaan batik di masa lalu yang punya banyak stok, karena mereka kebanyak sekedar buruh lepas (ada banyak versi tentang ini; bisa karena tidak mau jadi buruh tetap, terlalu jauh dari kota, atau pendidikannya yang kurang memadai untuk melihat potensi produksi itu).
Pada saat ini, pembatik2 di pelosok tersebut sekarang sudah agak berbeda, tentu saja karena perkembangan dan kemajuan pola fikir-teknologi manusia yang terus bersemangat.teringat sayamengi njakkan kaki pertama kali di Giriloyo tahun 2007, ketika melanjutkan pemberdayaan masyarakat bersama teman-teman nurudholam dan santri pondok Krapyak. Bersama masyarakat membuat berbagai program, salah satunya dalam rangka membangun pemahaman dan pengamalan dan peluang pendidikan. di dalam batik saya arahkan mereka bahwa para pembatik itu bukan sekedar buruh/seniman batik, namun mereka para "Pembatik adalah Guru". kenapa saya katakan begitu, karena di dalam batik terdapat berbagai nilai2 kearifan, baik itu tersurat maupun tersirat, baik itu dalam motif-pembuatan batik-pengunaan batik dan tentu saja falsafahnya. Para pembatik adalah ia yang menjadikan lembaran kain putih itu menjadi bermotif dan berguna bagi kita semua, baik sebagai sandang ataupun sebagai buku ajar pranata sosial.
Persepsi guru pada pada para pembatik saya akomodir dalam model pelatihan batik diberbagai tempat, saya ajak mereka menjadi tentor/pelatih/guru/dosen dan sejenisnya yang memberikan penerangan-pengajaran-dan contoh tauladan (ilmu lan ngilmu) pada masing2 kelasnya, karena sy merasakan mereka dapat menjadi panutan bangsa. Bagimana tidak bisa menjadi tauladan, berapa sih penghasilan para pembatik, jika di bandingkan dengan para pengusaha batik dari 1 lembar kain.
Dari banyak kenyataan (kecuali buruh pabrik batik) para pembatik di pelosok apakah banyak dari mereka berontak dengan minimnya hasil yang mereka dapat?..yang terjadi justru mereka terima dengan ikhlas, bagi pembatik mereka anggap ini batasan rejeki baginya…nrimo ing pandum-urip sak madyo mungkin itu yang membekas pada mereka sebagai masyakarat yg bisa di katagorikan masyarakat sub-sistem.Pada soal pendidikan dan pelatihan batik, sudah sipelatih adalah orang2 yang memang mumpuni pada bidang batik. Selayaknya sudah pasti para pembatik ini mampu mengetahui tugas itu semua, paling jika ditelusuri kekurangnya adalah pada bahasa- komunikasi. Saat ini Giriloyo telah menampakkan dirinya, selain sebagai pembatik yang memperoduksi berbagai jenis motif(tradisional-modern), mereka juga menjadi Guru walautanpa ijazah. Sukses selalu untuk Guru Batik Giriloyo, maju terus memberikan penerangan ilmu batik. Semoga tidak terjebak pada ekonomi pendidikan. Maju batik kita, maju kemanusiaan kita.